Rabu, 06 Juli 2011

ADA APA DENGAN KEN ANGROK????

Siapa yang tidak kenal Ken Angrok atau yang juga tenar dengan sebutan Ken Arok. Tokoh yang kehadirannya sangat kontroversial dan membawa warna tersendiri dalam sejarah Klasik di Nusantara. Hampir setiap orang mulai yang akar rumput hingga yang sundul langit pernah membicarakannya. Kisah hidup Ken Angrok adalah sumber yang tak pernah kering bagi kajian akademis maupun karya - karya yang bersifat imaginatif.

Sebagai cikal-bakal wangsa Penguasa Jawa Dwipa Mandala dan Nusantara, Rajasa Wangsa; kisah hidupnya sangatlah menarik dan misterius. Mulai dari proses kelahiran yang Gaib, Perilakunya yang sangat penuh Kontroversi hingga peneguhannya sebagai Sang Rajasa Amurwabhumi, semuanya sangat membingungkan dan penuh dengan Misteri-misteri.

Hingga saat ini keseluruhan kisah hidup Ken Angrok masih menggelitik para cerdik pandai di berbagai bidang dan para pencinta sejarah guna melakukan Kajian lebih mendalam lagi.

Siapa sebenarnya dan mengapa Ken Angrok ?????

Selasa, 05 Juli 2011

Dwarapala I Situs Candi Tapan oleh Wicaksono Dwi Nugroho

Arca Dwarapala 1, Situs Candi Tapan, Blitar.............

Arca Dwarapala I terletak di koordinat S 08008’01.1” dan E 112016’31.1” yang berada 40 meter di sebelah barat laut grid sektor Situs Tapan. Berdasarkan pengukuran menggunakan GPS didapatkan data bahwa ketinggian Dwarapala ini berada pada 199 m dpl. Arah hadap arca menghadap ke arah barat. Arca terbuat dari bahan batu andesit. Di beberapa bagian kortek arca telah ditumbuhi kerak batu berwarna putih kehijauan. Pahatan di beberapa bagian arca juga telah mengalami tingkat keausan yang cukup tinggi, di antaranya pada bagian muka, rambut, tangan, dan kaki. Selain itu, beberapa komponen badan arca telah hilang, seperti tangan kiri, kaki kiri, dan bagian pergelangan tangan kanan.

Secara keseluruhan, ikonometri arca memiliki dimensi panjang keseluruhan 120 cm, lebar keseluruhan 80,1 cm, dan tinggi keseluruhan 135 cm. Secara ikonografi, arca digambarkan sebagai seorang raksasa laki-laki berambut gimbal panjang ke belakang, sedangkan bagian depan memakai bando di dahi.. Posisi arca jongkok bersimpuh dengan sikap bertumpu pada kaki kiri yang ditekuk ke arah belakang, sedangkan kaki kanan ditekuk ke atas dan telapak kaki diletakkan di samping badan kanan

Menggugat Teori Ritus Dewa Gunung di periode Majapahit Akhir

Banyak ahli Sejarah dan Arkeolog yang berpendapat bahwa pada periode Majapahit akhir terjadi pergeseran Ritus atau Pemujaan dari Pantheon Dewa - Dewa Hindu ke Dewa - Dewa Lokal, khususnya pemujaan terhadap Dewa Gunung. Bukti - bukti yang mereka kemukakan untuk mendukung teori tersebut salah satunya adalah terdapat banyak bangunan suci dari periode tersebut didirikan di pegunungan dan berupa Candi - candi teras. Bukti lain adalah adanya Pemujaan terhadapHyang Girinatha dan juga Hyang Acalapati di Rabut Palah.

Apakah benar telah terjadi pergeseran Ritus seperti tersebut diatas pada masa akhir Majapahit? ataukah telah terjadi miskonsepsi dalam pemikiran sehingga Para Sarjana masa kini keliru mengambil kesimpulan?

Ritus Gunung suci

Marcea Elliade dalam bukunya " Sakral dan Profan" menjelaskan bahwa Ritus Gunung Suci dan Pohon Hayat mulanya adalah Ritus yang Universal yang dimiliki oleh semua kebudayaan di masa lampau.

Dalam Konsepsi Sanathana Dharma atau sekarang lebih dikenal dengan Hinduisme, Ritus Gunung Suci juga muncul dalam mitologi dengan adanya konsep Meru sebagai Gunung Suci.

Sebagai contoh lain,Gunung Khailasa dipercaya adalah Sivasthana atau tempat dimana Dewa Siwa bertahta.

Demikian juga Himalaya merupakan Gunung Suci karena merupakan daerah Kekuasaan Himavan, Ayah dari Dewi Parwati, pendamping Dewa Siwa. Karenanya Dewi Parwati juga dikenal sebagaiHimavati atau putri dari Himavan.

Dalam kitab "Siva Sasrahara Nama" disebutkan juga bahwa salah satu julukan dari Dewa Siwaadalah Girinatha atau penguasa pegunungan.

Dengan demikian apakah masih dapat dikatakan "Telah terjadi Pergeseran Ritus?"

Nanti dulu, Bagaimana dengan Hyang Acalapati di Rabut Palah?

Dalam Bahasa Kawi, Cala berarti berubah sedangkan Acala berarti tidak berubah atau Kekal abadi. Para sarjana meyakini bahwa Acala itu menunjuk kepada keabadian dan konsistensi sebuah Gunung yang relatif tidak berubah.

Namun dari sudut pandang yang berbeda, kita dapat melihat bahwa konsepsi Hinduisme menyatakanAcala atau Kekal abadi dan tidak berubah hanya dapat diatributkan kepada Tuhan. seperti yang kita yakini selama ini bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti akan berubah, hanya Tuhanlah yang Kekal Abadi.

Kembali ke periode Majapahit, Benarkah Penyebutan Hyang Acalapati adalah julukan bagi Dewa lokal penguasa gunung atau sebutan pengganti untuk Tuhan atau yang mereka kenal sebagaiMahadewa yaitu Siwa sendiri?

Apa dan Siapa Pandu Pusaka

Komunitas

Pandu Pusaka

Menghadirkan sejarah secara NYATA

Pandu Pusaka merupakan sebuah komunitas yang berdiri atas kecintaan akan sejarah dan saujana Bangsa Indonesia. Berawal dari keinginan yang kuat para penggagasnya guna melestarikan dan merevitalisasi saujana Bangsa Indonesia serta membawa para pencinta sejarah menjelajahi kembali masa silam melalui peninggalan—peninggalan sejarah.

Pandu Pusaka lahir pada tanggal 1 Juni 2010 dari gagasan empat orang pelopornya yaituBpk. Budi Prasetyo, Bpk. Ismail Lutfi, Bpk. Eko Djunaedi dan Bpk. Hery Kurniawan. Keempatnya memiliki keprihatinan dan kepedulian yang tinggi akan Sejarah serta Pusaka BangsaIndonesia.

Para penggagas Pandu Pusaka menyadari adanya urgensi akan pola pengenalan sejarah yang unik sehingga sejarah tidak lagi menjadi membosankan. Dengan menanamkan kesadaran akan Sejarah Bangsa Indonesia dan Kebanggaan terhadap Pusaka Nusantara maka jati diri Bangsa yang selama ini terpuruk oleh krisis multidimensi akan terbangkitkan kembali.

Pandu Pusaka adalah suatu komunitas yang bersifat terbuka bagi semua golongan tanpa memandang usia,Ras, Suku, Agama dan tanpa afiliasi politik apapun. KegiatanPandu Pusaka diantaranya bersifat sosial kemasyarakatan dengan mengajak anggota masyarakat luas khususnya di Kota Malang guna lebih mengetahui sejarah kotanya. Salah satunya adalah kegiatan yang akan diadakan pada tanggal 27 Juni 2010, J.P.Coen Plein Trail. Kegiatan serupa ini direncanakan akan diagendakan sebagai kegiatan rutin bulanan.

Malang,27 Juni 2010

Hery Kurniawan

Koordinator


Minggu, 17 April 2011

PERJALANAN VIII : KOTA LAMA - MA CHUNG

STASIUN MALANG KOTA LAMA merupakan awal transportasi Kereta Api di Malang. Didirikan pada tahun 1879, Stasiun ini melayani MALANG STOOMTRAM MAATSCHAPPIJ (MSM) dengan rute Kepandjen—Malang—Toempang. Stasiun ini masih difungsikan hingga saat ini, meski fungsinya sebagai stasiun utama telah tergantikan dengan dibangunnya Stasiun Malang Kota Baru pada tahun 1941,oleh arsitek J van Der Eb. Perjalan kali ini kita akan menyusururi Jalur Rel Kereta api peninggalan MSM , sampai di STASIUN JAGALAN (MLJ). Dahulu Stasiun Jagalan merupakan Stasiun yang menghubungkan Stasiun Kota Lama dan Stasiun Belimbing. Dari stasiun Jagalan, jalur Stoomtram membelah alun—alun dan jalan Kayoetangan lurus menuju stasiun Belimbing.

Setelah melalui stasiun Jagalan, Kita akan mengunjungi Pangkalan Angkatan Laut Malang. Keberadaan Pangkalan Angkatan Laut di Kota Malang juga merupakan bagian sejarah yang unik. Pangkalan ini merupakan Pangkalan Khusus karena berada di tengah kota jauh dari Tepi pantai. Di Indonesia terdapat tiga pangkalan Angkatan Laut khusus, yaitu di Bandung, Jogjakarta, dan Malang.

Daerah sekitar Pangkalan Angkatan Laut, merupakan daerah yang dirancang sebagai daerah Perumahan dan pendidikan. Salah satu yang masih dapat dicermati adlah keberadaan Gedung SMAN 5 Malang. Sejak pertama kali didirikan Gedung tersebut memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan. Sebelum berubah menjadi SMAN 5, Perguruan MALANG CHUNG HWA XUE XIAO (Perguruan TiongHwa Malang/MACHUNG) merupakan pemilik gedung tersebut. Seiring dengan riwayat pergolakan politik dan pelarangan Bahasa dan Budaya Cina di Indonesia maka Perguruan tersebut ditutup, kemudian beralih menjadi SMAN 5 Malang. Diakhir perjalanan kita akan melintasi Pabrik Rokok BENTOEL yang menjadi LEGENDA industri Rokok di MALANG.



PERJALANAN IX : SOEKOEN

Pembangunan daerah Soekoen dan sekitarnya merupakan hasil Keputusan dari Gemeenteraat pada tanggal 26 Agustus 1919 dan 26 April 1920, yang tertuang dalam Bouwplan III. Perluasan kota ke arah Tenggara tersebut adalah guna memenuhi kebutuhan akan area Pemakaman bagi Orang Belanda dan Kristen (Christen Begraafplaats) yang tinggal di Malang. Kompleks Pemakaman Soekoen masih tetap digunakan hingga saat ini. Banyak kisah sejarah terkubur didalamnya, salah satunya adalah keberadaan Kompleks pemakaman khusus bagi para pemuka Agama Roem Katholiek. Pendiri Lavallete Kliniek, Herr Lavallete juga dimakamkan disana.

Seiring dengan pembukaan lahan baru di daerah Soekoen, semakin banyak pula bangunan lain yang didirikan didaerah tersebut beberapa diantaranya yang masih dapat kita saksikan hingga saat ini adalah Rumah Sakit Tentara Tk.II Dr. Soepraoen. Adapun lahan yang kini menjadi lokasi rumah sakit tersebut dahulu merupakan lokasi dari Christen Zending Zeikenhuis. Sedangkan sesuai dengan BouwPlan I, yang menempatkan daerah sekitar Klojen dan alon—alon Bunder sebagai pusat militer dan pemerintahan, maka lokasi awal dari Rumah Sakit Tentara (Militair Hospitaal) terletak di lokasi yang ditempati oleh RSU Saiful Anwar saat ini. Seiring dengan perkembangan Jaman, maka lokasi tersebut ditukar.

Tak Jauh dari Lokasi RST, berdiri megah Majelis Agung Gereja Kristen Jawi Wetan dengan bangunan yang dikenal dengan Balai Wiyata. Perkembangan Jemaat Kristen Jawa Timur ini dimulai di dari sebuah desa kecil di selatan Jombang, yang dikenal dengan Mojowarno. Keberadaan Jemaat GKJW ini tak dapat dilepaskan dari perjuangan tokoh Paulus Tosari, yang memimpikan Gereja yang sesuai dengan Kultur dan Masyarakat Jawa Timur.


PERJALANAN X : KAWI STRAAT

Menelusuri Kawi Straat atau Djalan Kawi akan membawa kita kembali dalam ingatan akan pengembangan Kota Malang oleh Ir. Herman Thomas Karsten. Dalam Bouwplannya yang ke V dan VII, Ir. Karsten mengembangkan Kawasan barat kota dengan menggunakan nama gunung—gunung sebagai nama jalannya, sehingga kawasan ini dikenal dengan BERGENBUURT.

Awalnya Kawasan ini diperuntukan sebagai perumahan elite Kaum Eropa dan Fasilitas Umum penunjangnya. Sebagaimana dapat kita saksikan saat ini di Kawasan tersebut berdiri Stadion olah raga yang sekarang dikenal dengan Stadion GAJAYANA dan Kolam Renang (schwimmbad) dimana para penduduk keturunan Eropa menghabiskan waktu luangnya.

Kawasan tersebut juga menyimpan sejarah beridirinya Akademi Pemerintahan Dalam Negeri pertama di Indonesia (APDN) yang merupakan cikal bakal STPDN /IPDN. Didirikan pada 24 September 1956, berdasarkan SK Mendagri No Psend 1/20/565 tertanggal 1 Maret 1956. Pendirian APDN yang terletak dipojok Jalan Kawi dan Jalan Bareng tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kader aparatur pemerintah di tiap daerah.

Berbelok ke arah Selatan, kita akan memasuki Kawasan Idjen Boulevard yang sangat terkenal di masa Kolonial. Kawasan Idjen merupakan jantung pemukiman warga Eropa di Malang. Kawasan Ini ditata begitu asri dengan jajaran pohon palem yang rapi dan tetap dilestarikan keberadaannya sebagai salah satu Landmark Kota Malang hingga saat ini.

Perjalanan kita akan ditutup dengan mengunjungi Museum Brawijaya. Museum Brawijaya merupakan Salah satu Museum Militer yang menyimpan banyak benda-benda bersejarah dari masa perjuangan Kemerdekaan dan Revolusi mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.