Selasa, 05 Juli 2011

Menggugat Teori Ritus Dewa Gunung di periode Majapahit Akhir

Banyak ahli Sejarah dan Arkeolog yang berpendapat bahwa pada periode Majapahit akhir terjadi pergeseran Ritus atau Pemujaan dari Pantheon Dewa - Dewa Hindu ke Dewa - Dewa Lokal, khususnya pemujaan terhadap Dewa Gunung. Bukti - bukti yang mereka kemukakan untuk mendukung teori tersebut salah satunya adalah terdapat banyak bangunan suci dari periode tersebut didirikan di pegunungan dan berupa Candi - candi teras. Bukti lain adalah adanya Pemujaan terhadapHyang Girinatha dan juga Hyang Acalapati di Rabut Palah.

Apakah benar telah terjadi pergeseran Ritus seperti tersebut diatas pada masa akhir Majapahit? ataukah telah terjadi miskonsepsi dalam pemikiran sehingga Para Sarjana masa kini keliru mengambil kesimpulan?

Ritus Gunung suci

Marcea Elliade dalam bukunya " Sakral dan Profan" menjelaskan bahwa Ritus Gunung Suci dan Pohon Hayat mulanya adalah Ritus yang Universal yang dimiliki oleh semua kebudayaan di masa lampau.

Dalam Konsepsi Sanathana Dharma atau sekarang lebih dikenal dengan Hinduisme, Ritus Gunung Suci juga muncul dalam mitologi dengan adanya konsep Meru sebagai Gunung Suci.

Sebagai contoh lain,Gunung Khailasa dipercaya adalah Sivasthana atau tempat dimana Dewa Siwa bertahta.

Demikian juga Himalaya merupakan Gunung Suci karena merupakan daerah Kekuasaan Himavan, Ayah dari Dewi Parwati, pendamping Dewa Siwa. Karenanya Dewi Parwati juga dikenal sebagaiHimavati atau putri dari Himavan.

Dalam kitab "Siva Sasrahara Nama" disebutkan juga bahwa salah satu julukan dari Dewa Siwaadalah Girinatha atau penguasa pegunungan.

Dengan demikian apakah masih dapat dikatakan "Telah terjadi Pergeseran Ritus?"

Nanti dulu, Bagaimana dengan Hyang Acalapati di Rabut Palah?

Dalam Bahasa Kawi, Cala berarti berubah sedangkan Acala berarti tidak berubah atau Kekal abadi. Para sarjana meyakini bahwa Acala itu menunjuk kepada keabadian dan konsistensi sebuah Gunung yang relatif tidak berubah.

Namun dari sudut pandang yang berbeda, kita dapat melihat bahwa konsepsi Hinduisme menyatakanAcala atau Kekal abadi dan tidak berubah hanya dapat diatributkan kepada Tuhan. seperti yang kita yakini selama ini bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti akan berubah, hanya Tuhanlah yang Kekal Abadi.

Kembali ke periode Majapahit, Benarkah Penyebutan Hyang Acalapati adalah julukan bagi Dewa lokal penguasa gunung atau sebutan pengganti untuk Tuhan atau yang mereka kenal sebagaiMahadewa yaitu Siwa sendiri?

1 komentar:

  1. bukan pergeseran ritus, bung pandu melainkan BANGKITNYA KEMBALI KEPERCAYAAN ASLI PRIBUMI yang telah lama ada sejak masa yang disebut PraSejarah.

    BalasHapus